Penguatan Hutan Lambusango

  • Kunjungan Wisatawan ke Hutan Lambusango

Maengket Tour

Pada pertengahan 18 – 23 Mei 2008, Hutan Lambusango dikunjungi oleh turis Amerika Serikat (Dan Ronsenberg), seorang manager perushaan bidang disainer mainan yang bekerja di Hongkong dan memiliki hobi mengamati herpetofauna.  Turis tersebut memiliki minat khusus untuk mengamati ular di Hutan Lambusango. Dan Ronsenberg sangat antusias datang ke Hutan Lambusango setelah melihat banyak photo ular menarik dalam buku Snake of Sulawesi.  Selanjutnya Dan mengontak beberapa travel di Sulawesi untuk kemungkinan datang ke Hutan Lambusango.  Hanya Maaengket Tour yang menyanggupi bisa membawa Dan hingga ke Hutan Lambusango, itupun setelah perusahaan tersebut mengontak OWT sebelumnya. Direktur Maengket Tour langsung mendampingi saat ke lapangan, karena ia ingin mengenali betul potensi wisata di Hutan Lambusango.

Maengket tour (www.maengkettour.com) (web harus dicheck dulu di internet) sebuah perusahaan dibidang jasa tour and travel yang berkantor di Makassar serta menaruh perhatian khusus pada pengambangan ekowisata di wilayah Sulawesi.  Perusahaan ini ingin mencitrakan diri sebagai perusahaan yang ahli di Sulawesi (Sulawesi Expert). Sebelumnya telah berhasil turut mengembangkan bisnis ekowisata di Tangkoko Dua Saudara dan Tanah Toraja.  Kini perusahaan ini mencoba mengembangkan usahanya hingga ke Sulawesi Tenggara.

OWT bekerja sama kegiatan kunjungan tersebut dari awal kedatangan turis sampai akhir kunjungan. Di lapangan Dan berhasil menemukan empat jenis ular, tidak kurang dari lima jenis kadal dan empat jenis katak. Dua jenis di antara ular yang berhasil ia lihat merupakan spesies target yang paling ia amati yaitu Pit viper (Tropidolaemus wagleri) dan Mangrove snake (Boiga dendropila). Selain itu, ia menikmati fenomena alam menarik seperti gua, lanskap lambusango, sungai yang bertingkat-tingkat dan banyak kekayaan hayati lainnya seperti puluhan kelelawar buah di dalam gua. Dan Ronsenberg sangat puas dengan kunjungannya ke Hutan Lambusango, namun ia berpendapat kalau saja ada homestay yang memadai ia bisa tinggal lebih lama di Labundo-bundo.  Tahun depan, ia berencana mengajak teman-teman pecinta ular untuk berkunjung ke Hutan Lambusango.  Kegiatan selama Dan di lapangan  telah didokumentasikan dalam film berdurasi lima menit : ” Playing With Mangrove Snake”.

Hasil penilaian Maengket, Hutan Lambusango layak dikembangkan menjadi salah satu tempat unggulan wisata di Sulawesi.  Kekayaan hayatinya tidak kalah dengan Tangkoko dan luas Hutannya lebih besar. Maengket berencana akan membawa lebih banyak lagi turis dalam waktu mendatang, dengan menggabungkan kegiatan menyelam di Wakatobi dan Mengamati Satwa liar di Hutan Lambusango.

Mempelajari, hasil kunjungan Maengket ke Hutan Lambusango, ada berbagai hal yang harus diperhatikan untuk melakukan pengembangan ekowisata di Hutan Lambusango, terutama masalah :

  1. Aksesibilitas

Perlu adanya kepastian jadwal penerbangan dari dan menuju Bau-Bau.  Semakin banyak jadwal penerbangan keluar masuk Bau-Bau, akan semakin menguntungkan.

b. Akomodasi

Di hutan lambusango belum ada fasilitas penginapan yang memadai bagi segmen turis yang mementingkan pelayanan akomodasi.  Hal ini sangat dibutuhkan bagi turis  segmen Baby Boom  dan  Silent Generation.  Turis-turis dari Operation Wallacea bisa disebut kelompok Generation X atau kelas back packer. Turis-turis yang dibawa oleh Maengket tour termasuk kelompok Baby boom dan Silent Generation.

  • Perijinan

Hendaknya ada kemudahan perijinan bagi turis yang akan masuk ke Hutan Lambusango.  Selama ini turis yang ingin masuk ke Hutan Lambusango harus mendapatkan Simaksi di kantor BKSDA kendari.  Sangat tidak praktis, seandainya ada turis di Bau-Bau yang berminat untuk ke Hutan Lambusango untuk mengurus perijinan terlebih dahulu di Kendari.

Berkaitan dengan hal di atas, perlu dilakukan beberapa kegiatan strategis untuk mendukung kegiatan pengembangan ekowisata.

  1. Membuat program Let’s go Lambusango yang melibatkan multi stake holder, khususnya bersama pemerintah daerah dan berbagai tour operator.
  2. Membuat leaflet yang berisi informasi singkat lambusango dan kegiatan yang memungkinkan dilakukan di Hutan Lambusango. Leaflet dapat dibagikan, terutama kepada turis yang berada di Bau-Bau dan beberapa instansi pemerintah dan swasta di tingkat lokal, regional, dan nasional.
  3. Membuat home stay khusus yang memadai yang memperhatikan privacy dan kenyamanan turis.
  • Kunjungan Mahasiswa UNHALU

Program studi kehutanan Unhalu kembali berkunjung ke Hutan Lambusango.  Kunjungan ini merupakan kali kedua, setelah pada 2007 mahasiswa melakukan kegiatan yang sama di Hutan Lambusango.  Jumlah mahasiswa yang berkunjung ke Hutan Lambusango saat ini sebanyak 90 orang. Lamanya kegiatan sebanyak satu hari dilaksanakan pada 9 Juli 2008.  Sepertinya Unhalu akan menggunakan Hutan Lambusango sebagai target kunjungan pada tahun-tahun berikutnya.

Staff OWT mendampingi mahasiswa di lapangan untuk mengenali karakteristik Hutan Lambusango, seperti mempelajari air, pohon, dan satwa.  Adapun lokasi studi yang diambil untuk kegiatan ini bertempat di jalur air terjun Kakenauwe.  

  • Publikasi Tingkat Nasional
  1. Siaran di Metro TV

Hutan Lambusango disiarkan dalam level nasional melalui stasiun Metro TV dalam acara Expedition pada 11 – 16 Juli 2008 sebanyak 4 kali.  Metro TV dikenal masyarakat sebagai TV nasional yang kritis menyikapi terhadap permasalahan nasional dan memiliki segmen penonton umumnya yang berpendidikan.  OWT telah memfasilitasi peliputan dan menjadi nara sumber utama siaran tersebut. Film yang berdurasi 20 menit tersebut berjudul ”Lambusango benteng terakhir satwa Buton”.

Materi yang diungkap dalam film tersebut meliputi : kekayan hayati Hutan Lambusango, kekayaan non hayati Hutan Lambusango, ancaman utama terhadap Hutan Lambusango dan bagaimana solusi melestarikan Hutan Lambusango.

Berbagai stake holder PKHL telah memberikan tanggapan positif atas penayangan siaran tersebut, karena merupakan acara pertama yang mengupas Hutan Lambusango yang di bahas secara ilmiah dan sistematis di tingkat nasional.

  • Publikasi Media Cetak

Berbagai promosi yang dilakukan OWT berdampak semakin meluasnya publikasi OWT dalam berbagai media Nasional, seperti

  • Tempo Megazine : Replicating Lambusango
    • Progresif , Koran politik Nasional
    • NGO news, Majalah LSM Nasional : Iklan seperti poster Lambusango Rumah Sejuta Kehidupan  
  • Pameran Tingkat Nasional di Jakarta Convention Center

OWT telah berpartisipasi dalam Pameran nasional pekan lingkungan hidup pada pertengahan 5 – 8 Juni 2008 di Jakarta Convention Center. Bapedalda provinsi Sulawesi Tenggara telah memilih OWT sebagai satu-satunya LSM  yang mewakili Sultra.  OWT bisa dikenal lekat dengan pemerintah, salah satunya dari banyaknya poster Hutan Lambusango yang dipasang dimana-mana.

Pameran ini dibuka oleh Menko Kesra Aburizal Bakri dan dihadiri mentri lingkungan hidup (Rahmat Witoelar) dan Menteri perumahan rakyat serta sejumlah pejabat penting lainnya.  Pameran yang mengusung CSR (Coorperate Social Responsibility) tersebut berupaya menampilkan peran pemerintah dan berbagai perusahaan, khususnya pertambangan.  Perusahaan diwajibkan untuk memberikan  kontribusi dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat lokal.

Tidak kurang dari 30 stand memenuhi pameran yang dihadiri oleh ribuan masyarakat khususnya DKI Jakarta.  Tema yang diangkat dalam stand OWT adalah “empowering community for conservation”. OWT menampilkan berbagai produk pendidikan dan penyadaran dan kegiatan PKHL.  Di stan tersebut juga diputarkan film-film PKHL agar tampak lebih menarik.

Lebih dari 300 orang dari berbagai kalangan dan tingkatan usia  yang berkunjung ke  stan OWT. Banyak di antaranya ada yang antusias menanyakan produk-produk yang ditampilkan beserta kegiatan PKHL, terutama masalah pendidikan konservasi, bisnis pedesaan, dan wisata alam.  Sebagian wartawan yang berkunjung ke stan malah telah menindak lanjuti hasil kunjungannya dengan menulis menjadi bahan berita pada koran progresif dan majalah NGO news.

Selain menyampaikan informasi kepada pengunjung OWT juga membagikan beberapa produk pendidikan dan penyadaran kepada pengunjung seperti stiker, leaflet, dan buku-buku.

  • Muatan Lokal Pendidikan Konservasi Hutan Lambusango tingkat SLTP dan SLTA

      OWT akan kembali mencetak buku muatan lokal untuk tingkat SLTP dan SLTA (dalam satu buku) sebanyak seribu eksemplar.  Buku berukuran B5 tersebut berbahan HVS 80 gr dengan pencetakan full color.  Buku tersebut dilengkapi masing-masing dengan satu buah kurikulum.

Desain buku tersebut adalah untuk di ajarkan di tingkat smp dan sma masing-masing selama satu tahun ajaran.  Bisa di ajarkan di kelas 1 atau kelas 2. Buku tersebut terbagi menjadi tiga unit.  Unit pertama merupakan pendahuluan (terdiri atas tiga bab) di ajarkan kepada tingkat SMP dan SMA, namun pendalaman materi yang berbeda.  Unit kedua (terdiri atas dua bab) merupakan aplikasi konservasi untuk SMP dan Unit ketiga (terdiri atas dua bab) merupakan aplikasi untuk konservasi untuk SMA.

Konsep utama pada unit 1, siswa diharapkan lebih memahami tentang konsep-konsep dasar konservasi. Pada pelajaran unit 2 & 3, diharapkan siswa bisa mendapatkan keterampilan untuk memberikan kontribusi pada kegiatan konservasi.

Unit 1 : Pendahuluan

Mengajarkan prinsip-prinsip dasar konservasi, diajarkan pada SLTP dan SLTA

Bab 1 : Pengenalan Hutan Lambusango

Melalui peta, sejarah pembentukan pulau, Fungsi Hutan, hingga ancaman hutan.

Bab 2 : Dasar-Dasar Konservasi

Konsep konservasi insitu-dan eksitu, konservasi di dunia, Daerah Aliran Sungai (DAS)

Bab 3 : Program Konservasi di Hutan Lambusango

Menjelaskan lesson learn yang diperoleh dalam setiap komponen PKHL

Unit 2 : Aplikasi Konservasi untuk SMP

Bab 4 : Pemanfaatan Energi

Sumber daya alam, bahan bakar fosil,  bahan bakar alternatif

Bab 5 : bersikap bijak terhadap alam

Penghijauan, penyemaian sekolah, pembuatan kompos, kertas daur ulang

Unit 3 : Aplikasi Konservasi untuk SMA

Bab 6 : Lahan Potensial dan Kritis

Pemanfaatan lahan potensial, pelestarian lahan potensial, penananaman tanaman semusim di lahan kritis,

Bab 7 :  Ekowisata di Pulau Buton

Pangsa pasar ekowisata, macam-macam kegiatan ekowisata, Faktor penentu kegiatan ekowisata, Kompetensi pelaku pengelola ekowisata.

  • Siaran Radio Lawero

Lambusango telah disiarkan berulang-ulang pada April – Mei 2008 di Radio Lawero, sebuah radio terbesar di Bau-Bau. Spot  Iklan Lambusango disiarkan 5 x dalam sehari (masing-masing 30 detik). Dialog interaktif dilaksanakan setiap dua minggu sekali.  Tema dalam dialog interaktif yang terbagi dalam empat pertemuan tersebut adalah :

1. Program Konservasi Hutan Lambusango

2. Pendidikan dan Penyadaran PKHL

3. Bisnis pedesaan PKHL

4. Forum Hutan Kemasyarakatan Lambusango

  • Promosi di Universitas Padjadjaran

Kegiatan promosi PKHL telah diselenggarakan di Universitas Padjadjaran, Jatinangor pada   3 Juni  2008 selama sekitar 3 jam.  Pertemuan tersebut dihadiri oleh mahasiswa dan dosen oleh sekitar 30 orang.  UNPAD memang memiliki program untuk mengundang para praktisi untuk memberikan kuliah umum kepada mahasiswanya.

Beberapa hal yang diambil dari promosi tersebut adalah, pihak perguruan tinggi khususnya UNPAD memerlukan buku panduan yang bisa menjadi pegangan mahasiswa terutama yang berkaitan dengan manajemen konservasi suatu kawasan.  Dr. Teguh Husodo (pengajar mata kuliah ekologi UNPAD) menyebutkan saat ini belum ada buku yang bisa menjadi pegangan bagaimana cara penanganan proyek-proyek konservasi di Indonesia.  Saat memulai proyek, pelaksanaan proyek, hingga bisa menyelesaikan proyek hingga berhasil.

Oleh karenanya, pembuatan buku hasil lesson learn PKHL akan menjadi sangat bernilai.

  • Pembuatan Poster Lambusango Baru

Poster adalah media efektif untuk media penyadaran. Oleh karena itu, timbulah ide untuk membuat poster tambahan yang bertema: ” Lambusango  Karet Busa Raksasa Pulau Buton”, Lambusango is a Giant Sponge of Buton Island.

Hasil pembelajaran dari pembuatan poster sebelumnya, poster harus memiliki pesan singkat yang fenomenal, mudah diingat orang dan memiliki eye catching yang bagus.  Oleh karenanya, untuk poster baru ini masih tetap memperhatikan penggunaan kalimat yang bombastis dan harus  dibuat oleh ilustrator profesional.

Poster yang akan didesain berfungsi menyampaikan pesan bahwa hutan sebagai penyerap air saat hujan dan penyimpan cadangan air saat kemarau.  Hutan akan digambarkan dengan suatu karet busa yang basah berbentuk cekungan DAS. Secara vertical menggambarkan tiga lapis kekayaan Hutan Lambusango (tambang, air, dan kekayaan non hayati). Paling atas terdapat padang kuku dan kabut-kabut, beserta anoa dan burung halo.

2019 : Menanti jalan langit untuk Mudik Lebaran.

Silahturahmi ke kampung halaman kita masing masing sangat dirindukan bagi siapa pun yang merantau. Iya kan, walaupun ada arus kendaraan yang mudik selalui mewarnai edisi lebaran dengan suasana kemacetan, namun kata semangat untuk bertemu keluarga yang di cintai tak akan bisa digantikan atau di gadaikan. Tahun 2019, Dikala mudik lebaran, khususnya di Jawa sudah kebiasaan kalau macet ini ada, buat apa disesali iya nikmati saja sebagai rasa kebanggaan dibalik teman kemacetan  itu.

Walaupun negara kita menanti sebuah rujuk politik yang seakan terlalu banyak basa basi ketika ingin membangun bangsa ini, namun siapapun pilihan presiden kita, mereka tetap harus rujuk silaturahmi sesama keluarga indonesia dalam membina tali persaudaraan.

Semoga tahun ke tahun berikutnya budaya mudik dan macet sudah berubah seiring dengan pengembangan kota smart city dengan mudik cerdas dan teknologi jalan di langit jadi sudah membuat  patenisasi one way bukan hanya sekedar rekayasa buka tutup bukan solusi selamanya. Jalan tol juga bukan solusi karena masih sama juga kendaraan banyak namun kereta kota garut bisa juga alternatif walaupun masih mimpi juga menyisakan masalah sengketa yang mungkin itu kapan akan bisa mudik tanpa macet. Iya itulah kedamaian dengan istilah selamat para pemimpin rakyat damai sejahtera masih belum karena masih berbahagia dengan macet

 

EKSPEDISI RIAM BERASAP TN. GUNUNG PALUNG WUJUDKAN WISATA ALAM PRIMADONA

Matahari terbit di ufuk timur sebagai pertanda dikala pagi memandu kami untuk bergegas mengemasi perbekalan sebelum berangkat menuju pintu masuk di tanda jalan PAl 20. Hari itu tepatnya kamis (19/7/2018) sebuah ekpedisi yang kami lakukan harus dimulai. Penjelajahan yang kami lakukan akan sangat lama hingga  2 malam 3 hari kedepan  oleh karena itu perbekalan yang dipersiapkan selain peralatan  berupa sesuatu yang wajib untuk dibawa dikala masuk hutan yaitu logistik makanan yang begitu banyak harus dibeli. Adanya keterlibatan pihak Perusahaan akhirnya logistik bisa kami tangani dan tropenbos membantu terpal dan meteran untuk mengukur potensi jembatan putus, panjang longsoran, jalan, pohon, dsb.   Sebuah titik terang yang menjadi harapan bagi warga Desa Laman sekitar Taman Nasional Gunung Palung baik Laman Satong maupun desa Riam berasap dalam rangka mengembangkan wisata alam. Kami berkumpul dipelataran rumah kepala desa untuk melakukan ekspedisi jalur  wisata Alam yang akan kami sekitar 20 orang terdiri dari perwakilan taman nasional sebanyak 6 orang pak rt dan staf desa 10 orang, yayasan Tropenbos 2 orang Pt Kal 2 orang . Semua berharap suka melakukan perjalanan selama 3 hari ini. Ada tiga riam besar yang akan kami lewati 1. Riam kinjil  2. Riam pelanduk 3.Riam berasap. Menurut warga wisata ini lebih religius dan alami,  karena Riam riam ini termasuk riam bertuah yang masih ada cerita mistisnya dikala mengambil ikan konon  disana apabila ga ada ikan kita menaburkan beras sebelum mengambil, maknanya kita harus memberi makan dulu baru memanen. Kepercayaan tersebut masih ada di warga lokal riam berasap.

This slideshow requires JavaScript.

Namun disini, memang bukan hanya sekedar Jalan-jalan bagi kami tetapi tugas luar biasa  yaitu sebuah pengalaman yang harus ditempuh dan dirasakan dan dituntut untuk tata kelola bisa memberikan masukan demi tujuan sebuah kepuasan pengunjung yang kedepanya bisa dalam kenyamanan juga keamanan  yang nantinya dalam melakukan kunjungan di lokasi wisata.  Terlepas dari semua itu kita tetap saja harus memiliki semangat dan hasrat syukur dalam diri yang paling Dalam untuk menikmati alam. Hari pertama  awal dari 3 hari yang di sepakati , Kami bergegas menyongsong matahari di upuk Timur menyinari kebarangkatan Tim survey wisata alam riam berasap. Perjalanan dimulai Dari pal 20 Depan camp yayasan asri jam 10.00. Wib dengan menggunakan motor untuk bergegas masuk pelataran pintu gerbang hutan menuju riam berasap.

Setibanya di camp RHL pukul 11.00  sekitar 4 km dari jalan besar menggunakan motor masuk kedalam.  Kami parkirkan motor untuk melepas lelah setelah berpacu medan track mirip off-road memang dengan medan Jalan berliku dan berduri dari semak yang dilewati sekitar pinggiran belukar pintu masuk menuju wisata Alam yang diharapkan. Kondisi jalur yang datar menanjak mulai Kami rasakan cukup menantang dengan melewati patok Tanda jalur yang Sudah Di Pasang Taman national Dalam jarak 100 meter sebagai tandanya.

Kami tiba di camp kedua yaitu riam kinjil ketika matahari Sudah menuju ufuk Timur sekitar pukul 14.00 walaupun kedatangan kami yang melelahkan tetapi cukup mengasyikan dan bisa menikmati  menghirup oksigen gratis. Kurang lebih sekitar 3 km dari camp RHL diawal kami masuk ke dalam hutan alam,  lalu menggelar tenda untuk beristirahat sembari meneguk sebotol aqua dari sumber alam berupa sungai yang mengalir Dari Hulu riam berasap.  Sungai yang dingin cukup menghilangkan Rasa cape dan Lelah setelah saya  berjalan Kaki yang seketika bisa fresh kembali.

Sambil menunggu masaknya nasi, berteduh dibawah  pohon  dari sengatan sang matahari yang menyinari hutan. Tiba saatnya senja menjelang malam pak david dan pak pardi (salah satu sosok rt pangkalan tapang yang ikut dalam rombongan)  mencoba menelusuri kisah  dalamnya sungai  yang dilakukan dengan menyelam guna menyibak dibalik air jernih untuk melihat dan memilih ikan – ikan besar yang cukup melimpah mungkin cocok sebagai tujuan hotspot berphoto menyelam dalam air sambil menengok ikan. Memang belum ada aturan dalam memancing atau menangkap ikan sungai ini, iakan mana saja yang boleh dimakan juga tempat mana saja yang boleh memancing? Karena memang masih  ada juga ikan-ikan tersebut nampak dikala malam dan pagi hari tiba. Ikan yang Ada Di sungai tersebut seperti ikan semah, ikan lele, toman, ikan  lais , ikan baung, Ikan jelawat, belut sungai dll.

Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan di hari kedua sekitar pukul 9:00 sehabis makan pagi menapaki lereng bukit menanjak mengikuti jalan setapak sembari menandai beberapa jenis pohon  meranti , bengkirai, kebal beruang, Pekawal Burung, Kedondong pales, Paket tempuyung, Keruing, Belabak penang,  Titan, Kumpang, Gerunggang, Gelabak, Jelemuk, Blaban, masih lestari yang kami temui di pinggiran sungai. Suara burung dan monyet lampiau yang mulai terdengar dikala masuk mendekati riam berasap.Beberapa sarang orang utan memang kami temui namun tidak nampak orangutannya.  Jenis tumbuhan dilantai  tersebar dilantai hutan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat kami juga temui beberapa jenis yang bisa dikenali misalnya pasak bumi, buah limbad dan rotan tingkas.

Sesampainya di riam berasap sekitar pukul 1.30 wib sekitar 3 km perjalanan  dari riam kinjil  setengah jam di riam pelanduk kami beristirahat melepas lelah mengganti peluh dengan air dingin, serasa impas sudah kelelahan dengan segarnya badan kala masuknya tubuh kedalam aliran air riam yang begelombang ditepian sungai.  Objek wisata lainnya yang kami temukan selain air ber-riam yang juga mirip adanya asap , nampak ada tumpukan batu besar, aktifitas menyelam,  bird waching,  Selfie dan kedalaman cekungan yang disertai riak gelombang dari jatuhnya air dari atas sungai 10 meter sehingga menjadi daya tarik sendiri untuk berenang menikmati indahnya alam sekitarnya.

Saat ini, dengan melihat kondisi ini secara Langsung di hutan kami bisa disimpulkan potensi ini yang bisa membuat tempat biasa menjadi luar biasa,  bisa juga menjadi berbagai solusi dari berbagai Permasalahan yang di hadapi dalam pembuatan ekowisata riam berasap, beberapa hal yang harus menjadi perhatian dalam mendongkrak adanya minatnya kunjungan adalah 1) Kondisi hutan yang cukup bagus dari lokasi beringin yaitu sekitar 2 km ketika kita sdh ada di dalam hutan alam. Dimana disetiap jalur jarang kita menemukan baik jejak hewan – hewan kecuali jalur babi, memang Suara hewan yang nampak dari kejauhan. Padahal menurut cerita petugas, dikala sore maupun pagi itu Hari biasanya harus sudah ada binatang mencari air ke sungai misalnya Pelanduk (kancil). Tapi Ini Sepi binatang tidak bermunculan. Ini tanda masih ada persoalan perburuan liar atau bekas yang lama. 2) Potensi ikan yang ada di sungai merupakan paket wisata yang menarik, beberapa tahun kebelakang yang dulu katanya sampai Di kinjil ikan sebesar telapak Tangan bahkan betis orang dewasa dengan panjang 50 cm suka nampak sekarang sungai mengalir hanya batang dan ranting Kayu yang ditemukan. 3) Sarana prasarana baik Jalan diantara semua riam terutama tempat istirahat atraksi dan wc umum juga rambu rambu Jalan belum ada memang Akan cukup lama ketika ini akan dibangun tetapi ini akan memudahkan kita menjangkau menuju riam dalam proses kedepan. Jalan yang Pakai motor blm sampai ke sungai harus terakomodir 4) Untuk wisata minat mungkin saja masih bisa tapi untuk wisata ilmiah, wisata harian dan mingguan melihat binatang dan ikan di sungai sampai Di Berasap akan kesulitan, dan ini perlu aturan yang ditegakan dalam event yang melibatkan muspika dan semua pihak. 5)Penyadaran SDM Desa Laman Satong dan sekitarnya , Masih budaya makan ikan, memang sehat tetapi cara menangkap ikan jangan menggunakan racun dan pukat, juga harus bisa selektif. Hal ini  belum ada wilayah yang dikeramatkan di konservasi local sesuai aturan adat dalam zona penangkapan dan zone dilindungkan  6) Kelembagaan disertai perdes dalam pembinaan guide yang memiliki produk turuanan SOP wisata belum terintegrasi dengan program Desa dan kecamatan. Menurut Kabar Ada juga didesa Riam berasap tetangga Desa Laman satong pelatihan kelompok sadar wisata Kab kayong utara sudah berjalan yang sekarang terkendala karena munculnya batas kab berada Di wilayah Desa Laman Satong.

Hasil survey ini akan dipaparkan oleh TNGP sebagai pengelola Menjadikan Riam Berasap Primadona bagi penggemar wisata alam rencananya dalam pertemuaan di kantor desa dan forum sahabat gunung palung sebagai lintas sektor dari mitra hutan yang merupakan bagian terintegrasi ekowisata riam berasap. Harapanya selain pihak pemerintah , pihak LSM dan perusahaan yang ada bisa menjadi fasilitator promosi yang detailnya akan di bicarakan oleh para pihak pimpinan  disela sela upacara keberangkatan tim bisa tercapaic.

BANGUN PEMBIBITAN GREEN HOUSE MODEL: AKSI PENGUATAN LEMBAGA PENGELOLA HUTAN DESA DI DESA LAMAN SATONG

 

LD-PHD Manjau merupakan sebuah lembaga yang terbentuk atas dasar kebutuhan pengelolaan hutan yang berada di desa laman satong.  Hutan Desa Manjau merupakan salah satu hutan desa yang berada di dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Konversi (HPK).  Hutan Desa ini sudah mendapatkan  hak kelola dengan terbitnya Ijin PAK   melalui SK.493/Menhut-II/2011 Tgl : 24 Agustus 2011  dengan  Pemanfaatan air bersih, penyerapan karbon, ecowisata, kayu, madu.  Areal pengelolaan Hutan Desa Manjau ini berada di 2 lokasi yang berbeda dengan luas total 1.070 Ha. Lokasi Hutan Desa pertama dengan luas 659 Ha berada di sisi kanan jalan dusun manjau dalam, sedangkan lokasi kedua dengan luas 211 Ha berada pada sisi kiri jalan. Menurut Staf Desa Laman Satong Pak David, Hutan Desa Manjau telah memiliki lembaga pengelola tersendiri yang secara struktural berada dalam otoritas pemerintahan Desa. Lembaga ini dinamakan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Selanjutnya berdasarkan peraturan Menteri LHK, lembaga harus memiliki SK Pengelolaan Hutan Desa yang dinamakan HPHD. Setelah mendapatkan SK tersebut, lembaga selanjutnya secara legal dapat mengelola Hutan Desa agar dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut hasil penemuan tim patroli Hutan Desa Manjau, di dalam areal hutan Desa Manjau yang masih banyak ditemukan pohon-pohon dengan diameter 60 up cm keatas.

Pada tanggal 12 Maret 2018, LPHD Manjau atas dukungan Topenbos indonesia dan PT Kayong Alam Lestari (KAL) telah berhasil menyiapkan rumah green house dan pembibitan tanaman kayu dan buah buahan yang berada dilokasi lahan sekitar pintu masuk Gua Maria Desa Laman Satong. Tujuan pembibitan ini selain kegiatan untuk kegiatan penanaman di lahan masyarakat juga  untuk merestorasi lahan kawasan hutan desa.  Sekitar 10 jenis tanaman campuran sudah disiapkan yang diharapkan oleh warga diantaranya adalah Sahang/merica, Kakao, Jungkrang, Nangka, kopi, Sungkai, durian,  dan Paneli.

Untuk membantu pengadaan benih yang unggul secara cepat maka dibuatkan green house supaya bisa mempercepat laju pertumbuhan biji dan cabutan tanaman.  Tujuan didirikan peran LDPHD membangun bibit bisa terwujud pelestarian hutanya apabila pembukaan lahan hutan desa berkurang mengurangi penekanan terhadap hutan desa tersebut. Selain itu, sebagai dasar dalam menunjang atas peran LDPHD membangun bibit yang bisa terwujud pelestarian lahan hutannya  dengan menanami sisa pembukaan lahan disekitar hutan desa yang bisa berkurang mengurangi penekanan terhadap hutan desa tersebut. Sebelumnya Kiprah pengurus LDPHD sekitar 5 orang telah menggunakan GPS untuk melakukan patroli kedalam hutan sekaligus menanam kayu kayuan. Kepala Desa sebagai Pembina LDPHD  sekarang mulai aktif memberikan contoh langsung dilahanya dengan menanam sahang dan palawija dengan sistem jarak tanam  tertentu mengunakan kaidah pertaniaan menetap di kebun miliknya disekitar lokasi pembibitan lahan penyangga Hutan Desa.

 

Menelusuri Kebun Agroforest di Tepian DAS Rongkong

 

cropped-20170519_173434.jpg

Tentunya Bagi anda sebagai warga luwu utara, cobalah kita sesekali tengok dikala kita punya waktu senggang , bermain dan berselancar ditepian Rongkong  yang  indah begitu rasanya kala itu  saya mengenal sebuah wilayah baru dengan deretan desa di pinggiran sungai. Nama sebuah sungai diKabupaten Luwu Utara ini memang sudah terkenal dipara pengojeg seko sebagai bagian wilayah yang  menuju daerah ketinggian. Di wilayah ini, berbagai aktifitas masyarakat  melakukan pengelolaan alam pertaniaan, perkebunan dan peternakan.  Ada beberapa tempat  yang nampak indah, untuk dinikmati ketika kita melakukan perjalanan searah dengan para pengojek seko. Pinggiran desa-desa berbaris menempel ditepian Sungai Rongkong  yang letaknya antara dua kecamatan sabbang  sampai Limbong .  Kala itu, mentari diufuk timur yang mulai menyingsing, Nampak setiap orang pergi pagi menuju pasar di hulu dan kebun-hutan dilembah pinggiran sungai rongkong.  Udara kami rasakan disekitar terasa sejuk sebagai terapi oksigen alami.

Kala itu kedinginan tidak kami rasa ketika berkendaraan pagi mendaki memakai motor dipinggiran sungai rongkong, walaupun dalam tubuh ini menempel pakaian mantel yang tebal. Ditemani dengan suara gemuruh riak air sungai yang sangat jernih sebagai cerminan masih lestarinya alam yang ada dihulu, berderet desa terang dengan PLTMH, ditambah sejuknya udara pagi yang ditandai dengan embun didedaunan dan tiupan angin sebagai tanda keajaiban alam DAS Rongkong sehingga menambah khasanah suasana Desa.  Sepenggal perjalanan kita akan sampai didesa pintu gerbang  yaitu Desa Salama  dan Malimbu, kita akan langsung bisa menebak suasana alam pertaniaan pinggiran sungai yang meliuk liuknya mengikuti pingiran sungai, Lebih masuk kedalam sejauh mata memandang Nampak liukan persawahan menambahkan pemandangan yang begitu indah, lalu ketika kita melihat deretan sawah dengan aliran sungai yang mengalir,  kelihatan dari jauh nampak menghijau yang dibentengi oleh kebun dan hutan, ketika masuk dibeberapa Desa Salama, Malimbu, Tulaktallu, Parrara, Tandung , Kandandede, Pengekendekan , Komba dan Minanga.  Beberapa desa tersebut, secara topografi wilayah memiliki suasana alam perdesaan yang berbukit bukit dan asri  seolah-olah ingin menunjukan sebagai desa wisata yang tak bernama kepada dunia bahwa mereka bisa melestarikan alam dan bertahan hidup dengan tidak merusak alam namun memanfaatkan air sebagai surga dunia untuk listrik yang ada dipinggiran kali.

Penelusuran kami semakin dalam semakin sempurna ke semua lokasi kebun campur luas menantang tentunya kami rasakan melelahkan, karena menapaki puluhan kilometer terjalnya perbukitan , juga melintas lembah  dengan kondisi jalan batu, rabat dan tak berasapal.  Namun hal tersebut seakan biasa saja kala kita melihat kecantikan alam  dengan hamparan hijau bak permadani yang dihamparkan untuk kita tiduri.  Hijauan alam ini masih terawat dan terjaga oleh masyarakat sebagai bukti ramahnya penduduk terhadap alam. Kegotongroyonganpun nampak dipetani Das Rongkong ini, misalnya kekompakan warga Desa Malimbu melakukan ronda malam setiap malam, menjaga kampung, Juga masyarakat Desa Tullak Talu atau desa tandung lainnya, biasa warga disini selalu akrab berkeluarga dengan adanya kebiasaan makan bersama selesai panen padi disawah. Salah satu petani akan mengajak keluarganya makan merasakan beras baru menandakan bersyukurnya kita yang sudah diberikan kekayaan dan hidup. Memang lokasi yang kita lalui  salah satu sungai terbesar berarus deras di Luwu Utara. Karena perjalanan ke wilayah puncak semakain jauh Hari semakin sore kami lewati. Kitapun harus memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Karena Jalanan di sisi sungai Rongkong yang bagian hilir ini lebih luas dengan aspal yang mulus. Saya melihat banyak sekali batu-batu besar bertebaran di tengah-tengah sungai yang ukuran batunya bervariasi, mulai dari seukuran kambing, sebesar kerbau hingga segede rumah. Suasana di tepi sungai Rongkong ini lebih ramai. Bukan karena banyak permukiman dan sawah tetapi lalu lalangnya pe ngojek seko. Orang lebih mengenal daerah ini penghasil durian dan kopi yang dijual di toraja. Karena ukuran pohon-pohon durian dan buahnya cukup besar ketika ditemui pas musim durian dikebun.

 

Menapaki Liukan pesona Tanjakan Kebun Hutan (Agroforestry), Semakin kearah hulu jalan  pingiran sungai rongkong motor semakin meraung raung  menapaki tanjakan terjal dipinggiran jalan kebun, sawah dan hutan yang letaknya  di tepian lembah nan berbukit hijau.  Desa desa yang kita datangi termasuk  desa yang sudah memiliki nama sebutan yang berharap desa mereka  bisa dikenal.  Memang tidak mudah alias harus roso untuk menelusuri semua didesa, bisa dilakukan kala kita bersama.  Tentu pengalaman dikala kita akan kerja misanya pemetaan kebun didesa harus bisa mengawali bahwa ini penting. Selain berbagi ilmu pengetahuan juga kita harus getol mengajak warga untuk bisa berkelompok dan belajar seni melihat lihat gps dan peta supaya mereka tertarik terus kita bisa disambut baik oleh para keluarga yang bertani dari hasil sawah kebun kakao merica kopi ataupun hutan.  Lelahnya   ketika perjalanan  akan hilang dengan menengguk secangkir kopi  dan  kue gabing sambil menghisap udara pagi  dengan bercengkrama hangat yang ditemani beberapa orang petani merumuskan jadwal singkat perjalanan menelusuri kebun agroforest  mereka. Tentu Kita mendengarkan cerita singkat mereka bertani diladang dengan pola tanam  yang  mereka lakukan dalam bertani kakao, merica dan kopi.  Beberapa desa yang berhasil kita petakan lokasi calon petani calon lahan para petani sebuah program berkelanjutan MCAi OWT yang sudah digagas sejak 2017 ini, sudah menaruhkan kiprah dengan membuat pusat  kebun bibit desa. Sebenarnya  petani sangat mengharapkan sekali ada perbaikan dalam bercocok tanam yang baik, juga alternative tanaman yang menghasilkan.

 

Kebun Campur Desa Salama,  memiliki wilayah ketinggian sekitar 100-400 diatas permukaan laut. Kita berkeliling memetakan dibeberapa kebun petani yang secara topografi lahan memiliki ketinggian.  Para petani kebun di Desa ini sudah memiliki banyak jenis tanaman yang dibudidayakan , namun ada juga tumbuhan alami. Luasan hamparan kebun masing masing petani ada sekitar 1-3 ha. Para Petani tersebut menanam dengan pola tanam campur lebih dari satu jenis tanaman yaitu kakao, durian, merica, kayu local (ledan dan uru), sengon, aren , langsat. Namun dari segi pengelolaan kebun masih kurang perawatan. Hamparan kebun petani di Desa Salama, sebagian besar kebunnya ditumbuhi tanaman yang sudah tinggi, berkayu dan berbuah misalnya Pohon Aropi dengan buah di batang pohon rasanya asam (Sunda=bencoy), durian, sehingga antara tajuk pohon sudah saling menutupi dan minim pencahayaan didalam kebun. Ada juga Petani yang mengembangkan kebun sawit yang memang kondisinya tidak terawat banyak ditemukan dikebun milik petani ini , Sedangkan petani yang mengembangkan komoditi unggulan, khususnya kebun kakao yang sudah bagus dan terawat ditemukan hanya dikebun beberapa petani saja, diantaranya kebun pak mansyur yang sudah memiliki sambungan klon Sulawesi 1 dan 2, sementara di kebun pak sahram memiliki model kebun campur merica dengan jarak tanam 2m x 2m di campur dengan tanaman durian 10 m x 10 m juga diselingin tanaman kayu berbuah yang muncul dibatang berupa tanaman local masyarakat desa salama yang mereka sebut buah Aropi.

Selanjutnya dari sisi pengelolaan kebun para petani salama menerapkan pola tradisional dalam melakukan pemeliharaan, karena  ditandai dengan masih subur dan tumbuhnya rerumputan yang dibiarkan semakin meninggi,  karena kabarnya banyak kebun tersebut dipelihara atau dibersihkan setahun 2 kali jika musim buah durian tiba. Selain itu, ditemukan juga model kebun campur bu wati yang berada dipinggir kali secara nilai konservasi sudah bagus ditanami jenis kayu kayuan local sebagai pelindung tanaman kakao, namun butuh pemeliharaan dimana tunas sambungan tidak cukup subur, perlu dilakukan pangkas bentuk dan siwingan/pemotongan batang bawah. Ada beberapa ciri ciri teknik petani di desa salama  yaitu teknik berkebun yang masih tradisional secara turun temurun dimana perpaduaan tanaman campuran, namun belum melakukan pemeliharaan secara maksimal terutama memakai teknik Konservasi dengan melakukan teknologi tanah berkontur didataran miring dengan tanaman penguat teras misalnya rumput gajah,kaliandra, sereh, dsb. Memang tingkat naungan dikebun sudah cukup memadai sebagai penutupan tanah hanya masih kurang pemeliharaan, pemupukan, dan pemangkasan. Perlu adanya pemanfaatan ruang-ruang kosong dalam memanfaatkan tanaman sela misalnya jahe, kunyit, nenas, Talas ,Porang , dsb. Pengetahuan terkait pemanfatan rumput dikebun dengan sistem ternak sehingga ada pemanfaatan aplikasi Penyuburan tanah  dengan pupuk organik dan anorganik (pada awal hujan).

 

Kebun Campur Desa Malimbu,  Sebuah desa  yang berbatasan langsung dengan desa salama ini, memiliki potensi kebun , wilayah kanan kiri sungai  diseperempat perjalanan dikala  berjalan menuju Limbong dan Seko.  Memang desa kedua ini dari arah Sabbang  lokasinya wilayah hilir kebilang  desa yang dekat dengan pasar setelah desa salama sekitar setengah jam bisa menjangkau pasar kota kecamatan sabbang.  Tentu bagi kita yang sudah mengenal desa malimbu akan tertarik, jika kita tahu kelompok tani yang membuat pembibitan. Selain itu , desa malimbu memiliki hamparan kebun kakao, Sebagian besar kebun ditumbuhi dengan kakao yang sudah ditanam 10-15 tahun yang lalu, rata rata warga desa dari kaum bugis ini, menanam kakao. Mungkin sekitar 30 petani yang kami tapaki kebunya, kalao dilihat oleh kita kala itu ada sebaran lahan yang terbagi  kebeberapa tipe lahan yaitu Kebun Agroforestry, Lahan Kosong, semak belukar dan Monokultur. Kebiasan petani di desa malimbu sudah mulai menjadi petani modern dengan ditandai kebun campuran petani malimbu yang menggunakan jarak tanam dengan Jenis tanaman Kebanyakan berbasis kakao dan lada, ada juga ada sebagian kebun yang sudah direhab program Gernas Kakao tahun 2012 dengan klon Sulawesi  1 dan Sulawesi 2. Pertumbuhan tunas sambungan cukup subur, namun belum dilakukan pangkas bentuk dan siwingan/pemotongan batang bawah.  Namun ketika Serangan VSD dan PBK yang rata rata menyerang pada klon Sulawesi 2 terutama pada tunas sambungan ringan-sedang,. Sehingga Beberapa Kebun monokultur kakao yang terlihat tanpa penaung. Perawatan kurang intensif,juga tidak ada pendampingan dari Dinas terkait. Hasil buah kurang memadai.

 

Kebun Campur Desa Tulak Tallu , Salah satu desa yang hampir sama dengan desa malimbu dan salama, namun agak berbeda yang sebelumnya kondisi kebun di desa tulak tallu rata rata sudah  melakukan aplikasi kebun campuran agroforestry alami dengan ditandai jumlah komoditi tanaman yang lebih dari satu jenis tanaman yaitu kakao, durian, merica, kayu uru, sengon, aren , sagu, langsat. Hamparan kebun kakao, sebagian besar kebun ditumbuhi dengan kakao yang sudah ditanam 10-15 tahun yang lalu, yang sebagian kebun sudah direhab oleh program Gernas Kakao tahun 2012 dengan klon Sulawesi  1 dan Sulawesi 2. Namun Pertumbuhan tunas sambungan tidak cukup subur, karena beberapa kakao belum dilakukan pangkas bentuk dan siwingan/pemotongan batang bawah:  Kondisi wilayah kebun petani berada diwilayah DTA yang memiliki ketinggian lokasi sekitar 200-400 m dpl. Dimana perpaduaan teknik Konservasi tanah dengan pembuatan rorak dan  teras individu. Rata rata kebun petani memiliki penutupan yang cukup namun kurang pemeliharaan dan pemangkasan. Untuk teknik Penyuburan tanah  bisa di aplikasikan pupuk organik dan anorganik (pada awal hujan).  Bagi Tanaman Lada dikebun petani perlu Penambahan populasi tanaman pelindung bisa juga dimanfaatkan untuk tajar lada.

 

Menapaki Liukan Jalan Ditepi Pinggiran DAS Rongkong

Mulai dari masuknya desa desa dari hilir kehulu DAS Rongkong kondisi jalanan daerah ini sudah meliuk liuk bagaikan wanita cantik yang sedang menari.  Tiba di didesa Desa pararra, jurang-jurang di tepian jalan semakin terlihat jelas. Jalan yang kami lewati melingkari meliuk-liuk mengikuti tepian jurang. Sebatas mata memandang jauh di bawah sana, ada deretan sawah yang dibuat bertingkat berlembah terhampar luas. Di sela-sela sawah terdapat satu dua gubuk-gubuk kecil. Dari kejauhan, sawah-sawah ini tampak seperti diukir di kaki gunung. Jalan meliuk-liuk dan menurun tajam mulai kami telusuri dari desa Kanandede melaju ke Desa Komba juga kalau kita. Kendaraan Motor ojeg seko bolak balik rombongan. Begitupun para sopir yang piawai mengendarai  truk melintas mengikuti liukan jalanan. Memang disini harus berhati-hati jalan pun dengan kecepatan 20-30 km atau harus berjalan lambat. Meskipun jalan disini telah ada pengerasan aspal dan dibeton, Tapi badan jalan begitu sempit licin , sehinga kendaraan harus ekstra hati-hati, terutama saat kendaraan berlawanan arah.

 

Desa Tandung,  fenomena desa ini selain memukau juga memiliki  pinggiran desa yang meliuk liuk searah aliran DAS rongkong. Kondisi wilayah desa ini sangat alami dengan sejuta potensi sumberdaya alam dan pemandangan sangat indah. Tata kelola lahan persawahan dan kebun campur yang dikelola dengan intensif secara nyata sudah mendantangkan berbagai manfaat bagi warga. Salah satunya, budidaya madu trigona dan model pembibitan menambah kayanya desa ini. Konsorsium owt waslit dalam program hijau MCAi bertekad mendedikasikan desa tandung sebagai kebun bibit desa yang bisa melestarikan alam bagi para petani di desa ini. Terutama Perlindungan Areal pesawahan yang sangat luas yang berada dibawah punggungan, perbukitan , sempalan kebun, dan berbatasan langsung dengan sungai rongkong. Sedangkan bentangan alam lainya terdapat komoditi kebun campur antara lain: merica, Durian, kakao, dan kayu kayuan. Tetapi Sebagian besar kebunnya ditumbuhi Tanaman kakao yang sudah tua dan tidak produktif.. Ada sebagian kebun milik petani tandung yang sudah dilakukan pembersihan lahan yang lokasinya menjadi lahan kosong  dan sisa semak belukar. Kebun campuran yang dikembangkan oleh petani desa Tandung dengan mengkombinasikan tanaman kakao merica dan pisang, sedangkan kebun monoculture hanya ditanami merica dan sereh saja

 

Desa Komba, Secara alami lokasi desa ini,  berada di daerah dataran paling tinggi dari desa yang kami temui dihilir DAS Rongkong.  Mungkin orang sabbang sering menyebut nyebut sebagai desa yang berada dihulu sungai.  Jika kita telurusuri desa ini memiliki pemanfaatan lahan basah dan kering berupa kebun. Lahan basah ada sekitar puluhan hectare berupa pesawahan. Kebanyakan mayoritas petani desa komba bertani sawah dengan menerapkan sistem sawah berkontur. Sehingga bisa disimpulkan petani komba memahami teknik membuat kontur sekaligus mendukung ketahanan pangan desa.  Sementara berbeda dengan kepemilikan lahan kebun masing masing petani yang disurvei letaknya berada dipinggiran jalan, selain memudahkan akses pemetaan yang luasanya sekitar (0,5 ha) berada di lahan sudut kosong jalanan yang mengarah ke lereng – lereng bukit,  berbeda dengan desa hilir yang memiliki kebun berbukit dan berkontur landai. Petani komba banyak mengembangkan pertanian intesifikasi monoculture satu jenis tanaman yaitu merica dan kopi kebanyakan mereka pisahkan dalam setiap hamparannya. Sementara tanaman penaungnya adalah gamal dan kayu rada, biasanya petani komba menjadikan juga sebagai pembantas kebun.  Kalau kita cermati kebun Lada yang ditanam kebanyakan dengan menggunakan jarak tanam 2 x 2 m dengan tajar menempel lada dari tajar gamal. Sedangkan  kebun kopi jika dicampur dengan tanaman kakao sebagai penaungnya. Kebun yang dibiarkan secara alami terjadi persaingan antara tanaman dengan tanaman rerumputan yang mereka sering pakai sebagai pakan kerbau. Selain itu, tanaman ditancap saja, hampir seluruh kebun petani yang dilahan kemiringan belum menggunakan teknik kebun berkontur.

 

Melaju di Tepian Sungai Rongkong di Panorama Sawah bertingkat  

Dari Desa komba, kami memakai motor terus menyusuri jalan yang melintasi hutan menuju Desa Minanga. Di jalur ini, laju motor sudah mulai lambat dan mendaki karena kondisi jalan yang berlubang dengan pasir dan batu bahkan banyak jalan menjadi sungai kecil. Selanjutnya, kami melewati Desa Minanga. Disini, sawah bertingkat terlihat semakin memesona, mulai dari dasar lembah, mendaki hingga mencapai bagian atas kaki gunung. Ketika memasuki Desa minanga, kami disambut pemandangan puncak bukit yang elok dan gemulai. Dari atas ketinggian di tepi jalan, kami melihat sebuah lembah dengan hamparan sawah bertingkat yang indah. Ternyata ada didalam lembah sebuah kampung kecil dantara tebing dan sawah. Penelusuran kami lanjutkan menuju sawah bertingkat yang spektakuler bisa dilihat di desa Minanga sebelum jalur menuju ke Salu Rante.   Suasananya  desa ini yang sejuk dan asri ini, dengan pemandangan pinggiran tebing yang dihiasi sawah dan aliran sungai kecil menambah suasana perkampungan jauh dari pedaban dunia modern.

Desa minanga,  merupakan desa yang berada lembah pegunungan dengan ketingian 1000 m dpl, namun uniknya ketika menuju desa ini posisinya masuk di bawah perut bumi. Desa Minanga  memiliki hamparan kebun yang hampir minim lahan, apabila dibandingkan dengan lahan desa sebelumnya sebagai desa tetangga. Lokasi Pemanfaatan lahan kebun berada di wilayah kemiringan yang sangat terjal berdekatan langsung dipinggiran pegunungan yang juga merupakan pinggiran sungai. Masyarakat minanga mempraktekan sistem kelola intensifikasi pesawahan berkontur di wilayah kemiringan.  Memang sulit dipercaya, tetapi keuletan warga minanga luar biasa karena mampu kelola pesawahan bergelantungan di bibir tebing, seakan menempel dan tidak erosi, tetapi mereka terus mewaspadai pergerakan tanah, apalagi ketika turun hujan yang terjadi di beberapa titik erosi dan longsoran, namun meneurut petani kami usahakan memperbanyak penutupan  tanaman di hulu sawah. Kebun campur yang masih di budidayakan oleh petani ditanami  dengan merica, kopi, kakao, dan rumput gajah. Petani minanga sebenarnya sudah mengenal pola agroforestry kopi dengan kayu. Walaupun cara penerapan dan hasilnya masih kurang berpengaruh kepada matapencaharian.

Dalam hal penggunaan alat teknologi pertaniaan, petani minanga ternyata sudah maju terbukti dengan memiliki mini traktor ada sekitar 95 alat yang biasa mereka dipakai disawah  mengolah dan membuat teras, sehingga ada potensi kesempatan dalam rangka memperbaiki kebun. Dampak melonjaknya harga merica berpengaruh juga bagi  petani merica minanga, sehingga adanya peluasan kebun ke hutan lindung sekitar 2-3 km dari pemukiman. Tentu hal ini perlu ditanggapi seraca positif dengan memberdayakan kebun pekarangan sekitar sawah dengan mengisi lorongan dan strip lahan oleh tanaman holtikultur yang memiliki harga tinggi.  Secara alami, memang desa minanga memiliki udara dan suhu sangat dingin mirip darah pegunungan di jawa barat, sehingga cocok beberapa tanaman holtikulture selain padi seperti strawberi, saledri, sayuran, dsb. Namun dampak udara dingin tersebut adanya keterlambatan petani beraktifitas kekebun ketika pagi hari, selain itu mereka termotivasi ketika dipengaruhi oleh harga komoditi kakao dan kopi naik ketika mereka menjual hasilnya. Selain itu, butuh sentuhan pihak mitra untuk meningkatkan pengembangan pertaniaan kebun dan holtikultura  memasok kota kecamatan dan kabupaten khususnya kota sabang dan masamba. # Agroforest.

Memfasilitasi Kiprah Penguatan Hutan dan Agroforestry di Sulawesi

Potensi Bentangan Alam Sulawesi  sangat menggiurkan bagi sikantong tebal baik dari hulu sampai hilir. Kenapa tidak investor tiba dan bersaing merambah potensi alam sulawesi yang memang sudah sangat kaya, terkenal juga mempesona baik alam bawah laut maupun daratnya.  Khususnya di propinsi Sulawesi tenggara, pastinya menyimpan banyak sumberdaya alam tambang emas nikel dan permata juga berupa hasil hutan dan kebun. Berbagai hasil bumi bermunculan dikelola bahkan macam-macam komoditas hasil kebun maupun hutan seperti kakao,merica, jambu mete, kopi,cengkeh, durian dan hasil kayu sangat melimpah. Semua hasil tersebut, subur dan makmur ibarat jamur yang tubuh setelah musim hujan bermunculan untuk dikelola  dengan baik ditunjang adanya GPSe-170523-135515tanggung jawab, keseriusan, ketekunan dan ketelatenan dalam pengelolaanya.

Seiring dengan perkembangan kawasan timur yang menjadi primadona program dalam memberdayakan umat, Saya merasakan betul bagaimana proses pendampingan di petani sekitar pinggiran hutan , mungkin hampir 13 tahun dari tahun 2005-2017, lama berkiprah dibeberapa program atas nama fasilitator, tetapi  mungkin saya ini hanya secuil dari bagian puluhan, bahkan ratusan pendamping yang ada disulawesi. Saya melihat pendampingan bertani modern, bersama owt atas bimbingan pak edi bisa memberikan pencerahan kepada petani dalam pola pencaharian dari sektor pertaniaan yang senantiasa selalu berkembang. Memang kondisi pertaniaan berpindah/pombahora (tolaki-kendari),  yang ada  berawal dari turun temurun, lebih mengadakan komoditas tanaman pada areal pertaniaan yang tidak sesuai dengan kondisi agroklimat dan struktur topografi lokasi sehingga sangat sulit dirubah apalagi merubah pola pikir, karena persoalan ekonomi yang ujungnya harus bermuara kepada proses hama penyakit dan perbaikan kerusakan lingkungan.

Selain itu, pendamping harus sudah tahu tingkat permasalahan yang memang tidak berdiri sendiri yang artinya sering muncul menerpa petani. misalnya salah satu akibat pasokan bibit dan pupuk yang masih tergantung kepada pihak luar petani, yang juga dipengaruhi oleh persoalan kemampuaan petani dalam budidaya tanaman perkomoditi  dalam berkebun yang nyata berpengaruh kepada kwantitas dan kwalitas komoditi ditingkat pasar. Pemberdayaan  petani  seringkali berangkat dari hal yang sangat mendasar dari tingkat permasalahan yang muncul.

Namun sa20170519_173434ya melihat kondisi kerja nyata pendamping memang tidak mudah  kala itu saya harus tidur dikantor beralasan kasur tipis, jauh dari keluarga memandikan keringat,  saya alami juga ketika mendirikan kantor penyadaran maupun didesa yang juga kerjaan ini butuh pengorbanan . Sejatinya pekerjaan pendampingan berpijak pada persoalan masalah yang mendasar yaitu perut manusia, apalagi pendampingan mendorong bertani untuk mandiri itu ibarat tidak mudah, penuh dengan tantangan tidak hanya dari faktor ilmu pengetahuan dan teknik, tetapi modal petani itu sendiri juga musim yang tidak menentu sebagai praktek dalam proses membangun sebuah kebun, sehingga akan terasa sekali ketika kita memfasilitasi petani dalam proses pembelajaran. Perlu banyak pemahaman dalam mendampingi kerja nyata tidak sekedar ilmu dalam implementasi dimasyarakat. Tahapan demi tahapan harus dijelaskan dan dipersiapkan guna mewujudkan masyarakat memahami tujuan program kerja pendampingan masyarakat.

Sepanjang saya menjadi pendamping hanya sekedar mampu mengajak berbuat dengan tujuan  mendapatkan perhatian masyarakat, namun tidak tahu apa yang salah, apa yang kurang atau apa yang belum memadai, apa sesuai kebutuhan,  semua itu saya hanya melakukan apa hal-hal yang dirasakan baik untuk petani, walaupun kerja berdasarkan intruksi kerja, setelah saya selesai survey didalam hutan untuk ikut berpartisipasi mendampingi petani. Walaupun kala itu untuk petani hanya bicara-bicara sambil ngopi. Kondisi itu saya alami,  sampai kurang satu tahun berjalan program OWT-GEF-Lambusango 2005-2006 di pulau Buton.

Saat itu merupakan waktu yang bisa dibilang  bagi saya  cikal bakal  dalam mempelajari  seni  untuk mendampingi masyarakat sekitar hutan yang rata rata bertani tanaman semusim, ada jambu mete, kakao, kopi dan jahe dibatas kawasan hutan. Hanya yang terkesan hasil kebun yang cukup lumayan waktu itu di kebun pak sukarno tanaman jeruk menjadi andalan masyarakat Lasembangi kecamatan lasalimu di pulau buton. Memang Konflik hutan kebun dimanapun susah selesainya sehingga menjadi bagian kerjaan pendampingan yang pada dasarnya mendampingi pelaku.  Habisnya hutan tentu ada oknum yang melatarbelakangi, karena semua dari ijin atau sengketa lahan yang memang sudah ada kebunya lalu dipatok atau malah sebaliknya tidak selesainya ketika serah terima kolonialisme kehutanan yang menjadi tuan tanah. Berbeda dengan hutan adat yang masih memiliki organisasi adat pastinya jarang kita dengar adanya konflik dan penjarahan, semua diakui masyarakat.   Memang semestinya pendampingan kasus hutan seharusnya ada terus, namun karena waktu dan kondisi, saya mau tidak mau sebagai pendamping lokal akhirnya terlibat jauh sampai ke pengadilan menjadi bagian saksi, karena persoalan keterlibatan oknum kehutanan akhirnya harus dikawal sampai proses, sangat miris dan memilukan memang. Apalagi pemetaan hutan dulunya tingkat partisipatif belum ada, sehingga sangat sulit dilaksanakan oleh masyarakat apalagi peta hanya sekadar gambaran karena tidak tergambar jelas dalam peta dan lapangan.

Keingintahuan kita lah yang terkadang penuh semangat bergelora sebagai pendamping yang harus melebihi  dari yang kita dampingi , tapi menurut saya  hal tersebut sah sah saja . karena harus selalu berbagi dan berpikir startegi, jangan sampai salah langkah, harus selalu  giat belajar, mengasah , berlatih dan mengasihi dengan cara menginspirasi, bahkan menemukan solusi dikala begadang dari hasil adopsi ke berbagai bentuk penerapan program sukses dalam  proses susahnya? begitupun dengan saya dalam sebuah kerja yang terikat kontrak yang terkadang bisa berminggu minggu dilapangan guna menemukan harus berbuat apa? Menginap dirumahnya orang? Terkadang menyiapkan rembug dusun atau ngopi didapur rumah kerumah sambil melakukan diskusi dan tukar pikiran mengenai keadaan dan lahan petani ,namun tidak serta merta mereka terbuka  dan menyambut pembicaraan, memang semua hasil nyata owt dimasyarakat sebuah karya nyata dari sebuah kerja keras, keseriusan dan keteladanan dalam pendekatan. yang dilakukan atas bantuan fasilitator local  tani (pak laramuna, pak ngadiono, Pak sukarno, pak made, pak dewa dan pak masmuman). Juga anak muda tani sebagai sang pelopor pemberdayaan desa dikawan kawan transmigran bali kolaka timur seperti pak kusumah, pak suganda, premis, tafsir,   yang bisa mengawali kegiatan pionir didesa atau kampung mereka, Semua harus kita mulai dari kita oleh kita dan untuk rakyat supaya bisa memulai dan berbuat guna menerapkan kiat-kiat bekerja dengan bukti keahlian dari pembibitan, biogas, plts ,kerajinan dll . Hal ini menjadi motor dalam penyadaran lingkungan di tingkat desa untik menjadi usulan desa dalam program pemberdayaan desa.

Bahkan saya tidak lupa bahwa point penting keberhasilan lewat media penyebaran material informasi dan pengetahuan melalui gambar dan film,  bisa menjadi  bekal pendamping  dalam menerapkan pasca penyadaran PNPM terutama inisiasi program pemberdayaan. Dimulai dari belajar dengan merasakan apa yang dilakukan petani. Begitupula penempatan kantor OWT baik yang dimuna dan koltim perlu berada dilapangan terutama pada lokasi yang pas. Selain itupula, salah satunya dalam membentuk kelompok belajar sebuah babak baru guna memberikan awalan dalam membangun kebiasaan membibit sebelum berkebun, membuat kompos sebelum panen, atau memangkas sebelum meninggalkan kebun. Kebiasaan local yang harus di pertahankan bukan membawa ilmu yang tidak bisa diterapkan namun bisa menerjunkan orang local sebagai penyuluh.

Seiring berjalannya waktu dan berawal dari tahun 2013, semua adopsi pengalaman  yang saya sadari itu, bahwa tidak bisa melakukan dengan sendiri bahkan tidak mungkin apabila tanpa kiprah sebuah program Agfor Sulawesi  kerjasama icraf-owt-cifor dalam berbagi ilmu memperbaiki hidup  dengan menampilkan kisah peneliti dan beberapa petani penyuluh (pak Ibrahim, pak Susi , pak mustakim,  pak made, dll).  Banyak hal positif  dan sangat bermanfaat menjadi efek domino yang saya rasakan  dimulai pahamnya mini pembibitan pemetaan kebun dimasing masing petani (pak agustang, Desa Onembute, Kecamatan Beselutu, Kab Konawe), agroforestry untuk penghijauan (Desa Awuajaya, Kecamatan Asinua , Kab Konawe), Adopsi agfor dalam usulan ADD (Desa Tasahea, Kolaka Timur), Penangkar pembibitan sehingga menjadi pemasok bibit (Mustakim, Desa Lawonua, Kec. Beselutu Kab Konawe), Kakao karet merica sebagai kebun agroforestry, Merubah sampah pertaniaan menjadi kompos (Rumah Kompos, Desa Aunupe Kecamatan Wolasi, Kab Konawe Selatan), Membangun kesepakatan pohon dihutan (TAHURA – Kota kendari), juga mendorong kolaborasi bersama pemda. Semua itu tidak biasa, semua butuh keluarbiasaan pada waktu diluar kerja , yang tidak hanya sekedar mengandalkan dana dalam melakukan kegiatan  yang kecil tapi motivasi besar lah dalam setiap diri pendamping dengan menyokong kebutuhan petani melalui ilmu yang disertai tindakan misalnya stek merica satu ruas sehingga petani paham dan selalu berbuat.

Menciptakan ide sesuatu yang tidak biasa menjadi sebuah kerjaan ada ditengah masyarakat memang sulit, namun dengan mediasi pelatihan akhirnya menjadi contoh yang paling nyata.  Memasuki tahun 2017, saya harus memfasilitasi penting tidaknya pembibitan berkaitan dengan lahan, melalui media pemetaan CPCL program MCA disebuah DAS rongkong, Kecamatan Sabang dari hasil kemitraan OWT- LSM local dengan masyarakat yang diharuskan bisa diketahuinya kebutuhan bibit dan lokasinya petani ada dimana? baik tanaman yang akan ditanam, supaya ada petunjuk peta kebunnya. Penting pula pendamping DTA dibekali dengan bisa memetakan kebun petani yang akan ditanami dari hasil pembibitan yang dibuat oleh petani supaya bisa diketahui dalam bentuk calon lahan petani,  agar kemajuan dan kebutuhan lahan bisa diketahui dan dipetakan melalui gps , namun kendala selalu ada,  dimana petani memang tidak selalu bisa mengawal pemetaan seringkali hal ini diwakili oleh kadus atau perwakilan karena kesibukan petani pemilik lahan, akhirnya dipetakan tanpa pemilik lahan, hal ini menjadi pembelajaran buat kita  dalam memetakan kebun harus selesai pra kondisi sebelum penanaman. Kiat mendampingi petani ini, memang harus senantiasa terus menerus dikuatkan.  Kebutuhan berbagi ilmu memperbaiki hidup dalam manajemen kebun dari Petani ke petani sangat penting. Karena sejatinya teknik Agroforestry dari hasil berbagi praktek dalam satu lahan yang tidak hanya ditanami satu jenis tanaman melainkan bisa hingga 3-4 tanaman karena akan membantu meningkatkan pendapatan  dari kebutuhan hidup. Saya hegar saya petani agroforester, saya peduli bagaimana dengan anda?.

MEMBANGUN KESETARAAN KPH GULARAYA! HAK KELOLA KTH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN.

Oleh : Hendra Gunawan

Saat ini, dibalik berbagai tatangan uji coba kelola model kawasan hutan bersama masyarakat, sudah banyak yang disertai  dengan sistem pengelolaan yang tidak menyentuh  dasarnya dari pemberdayaan masyarakat sehingga perlu kreativitas  dalam membuat metode  yang bisa menangkal berbagai penyakit haus akan tanah dan gejolak social masyarakat, sehingga menghindarkan  dari yang mencederai ke bentuk – bentuk menyelesaikan yang disepakati bersama pemangku hutan (rakyat) sebagai dukungan adanya hutan yang healthy, clean and clear.

Kutipan dari seoang ahli kehutanan dimana ” Hutan produksi kita tidak terawat, sertifikasi tidak bisa menolong rakyat, hanya menguras dana perusahaan dan mungkin memberi pekerjaaan banyak konsultan, tetapi hutan tetap saja me-rusak.  Masalah dasarnya tidak pernah tersentuh yaitu tersedianya kawasan hutan yang clean and clear, pemerintah menyerahkan konsesi yang tidak clean and clear kepada swasta”, kemudian menyerahkan kepada pemegang konsesi untuk menyelesaikannya sendiri.  Kalau masalah dasarnya tidak tersentuh, apapun perbaikannya (seritikasi, PHPL, SVLK) hanya  seperti pengharum ruangan yang kotor. demikian seorang pakar menyebutkan dalam akun miliknya.

Para pihak khususnya pemegang kekuasaan lahan kawasan oleh KPH sebagai pengelola kawasan hutan produksi perlu membenahi , gaya, metode dan strategi pengelolaan kawasan hutan diwilayah kelolanya. Berbagai langkah dan tujuan dilakukan dalam mendekati masyarakat  guna mendukung pemanfaatan hutan sesuai kebutuhan petani dan pasar, sehingga perlu kesetaraaan dalam mencapai  tujuan dari Manfaat Hutan Bagi Masyarakat Di Dalam Dan Sekitar Hutan.

Diujung sulawesi tenggara tepatnya  Desa Aunupe, Kecamatan Wolasi, kabupaten Konawe selatan .  Telah digelarnya pelaksanaanya kegiatan sosialisasi inisiasi program kemitraan KPH  Gularaya sudah dilakukan di Kabupaten Konsel termasuk dikecamatan wolasi , yang masih perlunya pembelajaran pengembangan lembaga mengangkat kebutuhan petani hutan dalam sebuah Kelompok Tani Hutan . Beberapa Desa yang disentuh adanya pola kemitraan yang akan dibangun adalah  Desa Aunupe, Wolasi, dan Amoito Jaya.  Memang selama ini , ini didampingi oleh Program Agroforestry dan Forestry  untuk pengetahuaan disertai tindakan.  Pihak KPH Gularaya sudah berupaya melakukan revitalisasi managemen internal untuk bekerjasama dengan masyarakat yang memiliki target dalam mengembangkan bisnis dibidang Kehutanan dengan core bisnis Kelas Perusahaan HHK-HT jati unggul  seluas 31.024,61 Ha, Kelas Perusahaan  HHBK  bambu seluas 10.136,87 Ha, Kelas Perusahan Jasa Lingkungan Ekowisata  Wallacea Health center seluas 10,06 Ha. Hal tersebut dilakukan guna Mendukung terselenggaranya pemberdayaan masyarakat yang sudah di amanahkan dalam aturan pemerintah baik undang undang maupun peraturan menteri Kehutanan.” menurut, Ir Pajar Sudrajat M.Si.

Langkah strtegis Pihak KPH pun lainnya sudah melakukan serangkaian studi banding sampai ke  KPH Jogjayakarta  dimana sudah melakukan pemberdayaan masyarakat dari berbagai aspek yang melibatkan masyarakat dalam program KPH swakelola, perijinan, kemitraan , pemberdayaan masyarakat. Dimana penerapan cerita sukses  yang bisa diadopsi dalam proses yang dilakukan oleh KPH Gularaya  yang mengusulkan pemberdayaan masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial : HTR,HKM,  dan Hutan desa. Namun peluang skema kemitraan ini jangan sekedar pengharum saja, melebih-lebihkan dari skema yang ada diwujudkan dalam bentuk pelaksanaanya, karena lahir sendiri dari sebab akibat  kebijakan yang belum ada baik dimasyarakat maupun didaerah berbeda dengan skema lainnya.

Manfaat yang diperoleh oleh masyarakat ketika dilakukan kesetaran dan kemitraan ini harus berdampak kepada meningkatnya pengetahuan  , ekonomi, sarana petani dan usahaya yang bisa terjamin, akhirnya akan berdampak pula kepada rasa aman dan tentram dalam berusaha di dalam kawasan hutan. Berbeda yang selama ini yang dibangun, jarak antara masyarakat dengan petugas kehutanan komunikasinya masih jauh , karena metode buruh dan penguasa masih terjadi dalam pengelolaan hutan, namun ketika pendekatan kelola kelembagaan KTH Masyarakat dimunculkan  akan berujung kepada kesetaraan  dan penambahan nilai ekonomi dari hasil memafaatkan lahan  yang selama ini berada didalam dan sekitar kawasan hutan

Maksud Setara dalam kemitraan ini menjawab tantangan proses perbedaan antara pemilik rumah  menjadi  satu rumah , hanya berbeda kamar tetapi memiliki tanggung jawab bersama. Sehingga pengembangan agroforestry yang selama ini di gagas oleh program yang sudah melakukan berbagai pembelajaran kepada masyarakat  bisa berjalan, baik pembibitan komoditi unggul berkayu dan berbuah maupun tanaman yang sudah ada, sehingga ketika ada kebutuhan pemanfaatan lahan dalam menanam dan menggarap di  hutan bisa diwujudkan sebagai rumah kemitraan  dengan produk jenis tanaman  dan hasil lainnya : madu, karet, buah, biji di dalam dan sekitar kawasan hutan. Selanjutnya  bisa dilakukan penerapan petak/ kamar produk yang akan dilakukan oleh KTH per desa dengan KPH.

Kegiatan ini harus dilakukan atas inisiasi UPTD KPH Gularaya  Dinas Prop. Sulawesi Tenggara, Desa Aunupe, Desa Wolasi, dan Desa Amoito Jaya , didukung oleh Program Agroforestry dan Forestry sebagai pemateri, Moderator dan fasilitator. Peserta yang terlibat ada sekitar 75  petani dan 3 kepala desa lebih yang berasal dari desa binaan Agfor Desa Aunupe, Desa Wolasi, Desa Amoito Jaya. Adapun tujuan keterlibatan agfor dalam mengikuti acara tersebut sebagai inisiator, dalam mendorong dan mewujudkan jaringan kemitraan  masyarakat kedepannya dalam program agroforestry dikawasan hutan dan sempadan  sungai  dengan tanaman yang diprogramakan Masyarakat, Agfor, dan KPH agar bisa tetap menghijau dan berkelanjutan. Selain itu, pula mendukung program social dari pemerintah daerah dalam pertaniaan berkelanjutan  sebagai wilayah agrowisata organik  dengan menyelamatkan wilayah penghasil air dan karbon  di hutan dalan lahan pertaniaan

Selain itu, harapan terbentuknya kelembagaan tingkat Desa berupa Kelompok Tani Hutan di Kecamatan yang dibina oleh KPH Gularaya Khususnya di Kecamatan Wolasi  yang akan menguat kearah kelola lahan dengan wujud kerjasama bersama baik pemerintah maupun pencapaian strategy Agfor itu sendiri di masing masing desa dampingannya , yang petani binaanya mengakses kawasan hutan sebagai pembelajaran hutan guna melakukan program kemitraan agroforestry  bersama KPH Gularaya.

Kesan yang diperoleh berupa adanya dorongan perubahan dari pengelola hutan mengarah kepada kebijakan untuk mewujudkan petani mandiri, kreatif  dengan hasil kayu , bamboo dan ikutannya  lainnya berupa rotan,dan madu. untuk itu , perlu mendorong bermunculanya petani penyuluh agroforestry yang berdaya saing dari hasil tanaman yang disukai oleh masyarakat ditunjang oleh potensi hutan sebagai basis usaha yang dikembangkan bersama masyarakat.

Adapun kedepannya diharapkan SOP POKJA kelembagaan Perhutanan Sosial sudah ada, yang bisa memunculkan peran bersama KPH dan KTH dalam pengelolaan hutan,  dimana fasilitasi administrasi lembaga KTH  sebagai kelola administrasi, Pemetaan lokasi bina, kelola komiditi unggulan kehutanan didalam dan sekitar sebagai kelola kawasan lebih mudah,  Munculnya usaha yang berorientasi  ekspor  dalam kelola pasar dengan berbagai jenis tanaman  Agrfoforestry dan Kehutanan dan Hasil bukan kayu yang dilakukan di kawasan hutan produksi Gularaya dengan skema perhutanan social. (Hg)

STEK LADA SATU RUAS YANG AGFOR AJARKAN TAK KUNJUNG SUDAH…

Petani campur warga Desa Lawonua Kec. Beselutu , Kabupaten Konawe  terletak pada wilayah kawasan yang berada di sekitar hutan, kebun sawit dan sempadan hilir sungai Konaweha yang panjang dan membentang luas.  Penduduk Desa Lawonua terdiri dari beberapa suku yang mendiami dilokasi lahan pertaniaan. Suku tersebut adalah Tolaki , Makasar dan Bugis. Keberadaan Suku asli  dan pendatang mempengaruhi segala bentuk kehidupan di desa lawonua dari tingkat mata pencaharian dan perkembangan desa. Pekerjaan mereka bagaikan tanpa akhir karena kebun terus saja diolah.  Kerja dikebun tidak akan ada habisnya  terutama  bagi petani yang menanam kakao dicampur dengan tanaman Lada.

Salah satu tanaman yang sedang lagi naik daun adalah lada yang digemari oleh semua petani  baik yang ada di Desa Lawonua maupun desa-desa seputarnya. Budidaya lada dikenalkan kembali ketika Program AgFor masuk di desa ini , Desa Lawonua sebagai lokasi percontohan yang terpilih dalam kegiatan pengelolaan pembibitan dan kebun belajar Agfor. Dimana proses awal kebun campur (kakao,langsat,karet,Lada) di Desa Lawonua dirintis oleh petani, maupun dari program pemerintah.  Namun pembibitan tanaman berbuah dan Lada sangat jarang sekali ditemukan.

Sehingga tahun 2012, Agfor masuk dengan berbagai pembelajaran dan Praktek belajar langsung  dengan  Petani  Agfor  Lawonua berupa  Praktek Pembibitan dan Perbanyakan Tanaman , Belajar  Mengamati  Manfaat Pola Naungan cacao di Kebun Campur dengan komoditi lainnya, Proses Pembuatan Pestisida nabati dan Pupuk cair menggunakan alat sederhana, dan belajar pemangkasan komoditi  Cacao. Menanam   Okulasi karet dengan kakao sebagai alternative pola tanam campur.

Namun ada satu praktek  yang diajakan dari program Agfor dimana tanaman merica dipangkas satu ruas  yang sangat dirasakan oleh petani  pertumbuhannya sangat cepat, pekerjaan mereka membibit bagaikan tanpa akhir karena bibit lada sangat mudah didapat ,dibudidaya dan bisa ditanam di pembibitan masing masing, “Stek satu ruas ini terus dipraktekan petani “ ujar Hasanudin, Koordinator penyuluh BP3KKP, Kecamatan Beselutu, Konawe , Kamis ( 28/7).  Agus (41), warga kampung dusun 2 Desa Lawonua  kecamatan Beselutu , Kabupaten Konawe , mengakui sering memergoki orang yang sengaja belajar  stek satu ruas , sekaligus stek dari tanaman lada yang terhindar dari hama penyakit sesuai arahan AgFor. “Biasanya sekitar pagi dan sore  petani ada saja yang membuat bibit, terpantau olehnya ada sekitar 5-10 pembibitan swadaya yang bermunculan di petani Desa Lawonua yang awalnya dari pembibitan Kelompok Tani Bersatu AgFor”.  Lada ini setelah distek lalu dibibitkan pake polybag , kalau dulu stek tiga ruas , hanya ditanam langsung di tanah kebun, biasanya lama pertumbuhannya juga banyak yang mati, sambil menunjuk tanganya ke tanaman Lada dikebunya.

Pernah kami Belajar dari AgFor, ketika itu ibu dyah Manohara dari Balitro memberikan ilmu perbanyakan tanaman lada satu ruas, juga berbagai teknis stek lada dan cara menanamnya sudah ditemukan petani , tetapi stek satu ruas itu yang sekarang merebak ke setiap petani. “Kami disini belum pernah belajar budidaya merica, baru ada Agfor sehingga kami paham” tambah Mustakim lagi.  Memang kegiatan yang dilakukan oleh program Agfor dalam rangka penguatan dan peningkatan kapasitas petani. Dimana rutinitas pak agus dan mustakim  (Desa Lawonua) mendampingi dengan prakteknya selalu aktif melakukan bimbingan. Pembelajaran sudah mereka lakukan tanpa pamrih, bahkan pembibitan lada mereka laku dijual dan sekarang mereka menjadi distributor bibit keberbagai wilayah selain memelihara kebun. Kegiatan usaha pak Agus khususnya, memotivasi para petani  untuk berjiwa bisnis supaya bisa mandiri, keseharianya  menjual sayuran kepasar tradisional sekitar pondidaha. Distribusi buah buahan durian ketika musim dikota kendari, saya ini hanya ingin berusaha dan berbuat sehingga bisa menjadi contoh bagi petani lainnya menjadi petani pengusaha” Imbuhnya dengan senyuman khasnya yang ramah dan bersahabat.

Petak kebun lada dikebunnya selalu dirawat, apalagi jadi contoh dalam peran swadaya yang sudah dilakukan ke berbagai petani binaan AgFor, tentu tidaklah mudah bagi petani penyuluh menemukan cara efektif dalam membina para petani.  Karena selain kondisi mereka , bagi petani sekampung sudah ada kebiasaan petani konvensional yang mendarah daging dari sejak duloe.  Sehingga para petani yang turun temurun mengikuti kelola kebun dengan melihat dulu baru mau melaksanakan baik di tempat lain maupun tetangganya, jika berhasil maka petani mengikuti sesuai apa yang dilihat petani itu, seperti pembelajaran dalam budidaya stek satu ruas tanaman lada.

Jejak jejak pembibitan terlihat nyata tidak hanya didesanya, tetapi menyebar luas ke desa tetangga dantara Desa Lawonua. Hasanudin, mengakui bahwa pihaknya selalu membantu kiprah petani dalam menyebarluaskan informasi ke seluruh desa binaan kami, bahkan petani datang sendiri kekantornya untuk menanyakan stek lada, kami suka panggil pak mustakim dan Pak Agus dalam melatih petani secara mandiri..katanya. Salah satunya desa onembute pembibitan lada denga stek satu ruas sudah dipelajari petani hampir seluruh penduuk desa onembute mengetahuinya. Stek lada kami jual karena banyak pembali masuk desa membeli bibit lada , bahkan petani disini menjual pembibitan pinggir jalan utama poros kendari unaha yang berada di sekitar desa” ujar Agustang (35 th), Desa Onembute,Kecamatan Beselutu. Kesuksesan ini diraih dari hasil Temu Rancang Perbaikan kebun (TERAPIK) para penyuluh dengan cara makan minum kopi dan masonggi yang sudah  membudaya dimasyarakat beselutu , sehingga mempermudah menyebarkan informasi ke seluruh petani di desa terdekat.(kisah petani lada @hegar)

Raksa Bumi Leluhur , Hutan , Udara dan Air harus dikasihi !

Tanah airku Indonesia , Negeri elok amat kucinta , Tanah tumpah darahku yang mulia, Yang kupuja sepanjang masa, Tanah airku aman dan makmur, Pulau kelapa yang amat subur , Pulau melati pujaan bangsa, Sejak dulu kala…lirik lagu ciptaan ismail marzuki mengingtkan kita akan keindahan dan kelelokan negeri kita yang dihiasi melambainya kelapa, namun sekarang kelapanya berubah menjadi Kelapa eS…!

Sebuah Hutan yang selalu diproduksi  akan nampak amburadul, bahkan bentuk apapun ketika mengelola sudah tidak bisa sama seperti hutan sebelumnya, juga sertifikasi tidak bisa menolong, hanya menguras dana perusahaan dan mungkin memberi pekerjaaan banyak konsultan, tetapi hutan tetap saja rusak.  Masalah dasarnya tidak pernah tersentuh yaitu tersedianya kawasan hutan yang clean and clear, organisasi rakyat yang besar dalam hal ini “pemerintah” menyerahkan konsesi yang tidak clean and clear kepada swasta, kemudian menyerahkan kepada pemegang konsesi untuk menyelesaikannya sendiri.  Kalau masalah dasarnya tidak tersentuh, apapun perbaikannya (Seritifikasi, PHPL, SVLK) hanya  seperti pengharum ruangan di ruangan yang kotor

Semua betul sudah terjadi dan bahkan ikut harum dalam mengharumkan tapi ruang masih kotor, karena  Makna Sehat, ekonomis, bersih dan Selesai  dalam kelola apapun belum bisa Setara. Jika kita belajar dan sadar juga ikut metode So Klin  yang biasa mencuci bersih semua kuman dan halangan mana ada piring tidak bersih malahan menjadi kinclong,  Tentunya hutan juga demikian itu, sebuah harga yang harus dibayar mahal ketika merusak hutan,  berharga lho hutan itu , akan mahal lho ketika sebuah jasanya diperoleh, tetapi terbalik ini mah, sekarang hutan itu murah , kaena pohonya eweuhhh ..penuh hama dan penyakit . Yang dirasakan oleh pribados =saya, masuk hutan dan Kehutanan bukan nyaman tenang dan segar, tapi malahan sesak napas, sudah panas karena terbuka canopinya, juga kelihatan puncaknya jadi ogah ditambah banyak polusi racun kimia karena kakao dicemprot  racun, kebun kelapa sawit di buang ular  dsb, Akhirya suatu saat manusia indonesia butuh oksigen, ketika itu harus mencari oksigen yang harus beli di swalayan seharga diatas botol air Aqua ,na u uzdu bilah mindahlik. 

Menyimak Fenomena itu,  hutan yang memang rumah=imahnya ekosistem bertumbuhan pohon semakin murah, yang mahal dan  banyak dicari bukan jasa lingkungan ekosistem hutan, tetapi lahan tempat hutan itu tumbuh, untuk dikonversi menjadi  sawit yang tidak tahu sampai kapan ini memberikan manfaat.  Luas perkebunan sawit saat ini sekitar 11 juta Ha, tetapi land-bank (lahan yang telah dikuasi oleh penguasaha untuk dijadikan Sawit) konon telah mencapai 10 juta, 5 juta ha di Papua, 3 juta Ha di perbatasan Kalimantan dan 2 juta di Sulawesi, di Sumatra ..mah atos sarareeep (habis) lahannya. Bagaimana kalau suatu saat nanti ditemukan substitusi minyak sawit ?  Sedangkan seluruh nusantara ini telah terlanjur menjadi sawit atau lubang-lubang bekas tambang, sungguh mengerikan negeri dan nasib Ibu Pertiwi  yang kini sedang merintih dan berdoa .. Lagu Rayuan Pulau Kelapa mungkin perlu dirubah menjadi  Rayuan Pulau Kelapa eS = Sawit.

Konteks  yang perlu memang dalam penyadaran kepada masyarakat  harus mencanangkan Desaku yang Lestari  indah dan permai sebagai wujud mimpi rakyat yang harus kenyataan tertuang dalam  sanubari, ibaratnya “engkau yang manis engkau yang cantik engkau yang  elok”…sekarang ini memang, sudah tidak tergambar lagi  karena tergilas oleh deru dan debu  hasil serunya mesin ekploitasi yang sedang beraksi terus lagi melindas tanpa batas.   Memang  tanah dan air (lemah cai) dan rayuan kelapa ini bukan lagi melambai tapi mengeringkan.  No forest No Future  sudah  terjadi, saya mengatakan “Ibaratna cai beak,leuweung rusak , rahayat balangsak“.  Di Konawe , Konawe utara dan kolaka khususnya akses pengembangan agroforest bersaing dengan terbukanya lahan yang juga berisi sawit.  Jika demikian akses lahan ini penting pula diimbangi dengan keberdayaan tanaman unggulan masyarakat,namun dibatasinya hak kelolanya oleh petani dalam mengakses lahan.

Menjadi berdaya ditanah lelulur sesah sekali di lakukan padahal kelola tanah leluhur itu harus lebih mudah  dengan memaknai kearifan sesepuh ,daeng, karaeng atau pupuhu: leuwueng kaian , sempalan kebonan, jurang awian, susukan caian,  Legok balongan, curcor caina  matak indah katingalna.  Tata kelola lahan sudah jauh dari kemauanya dari sifat tanah itu sendiri, lebih kepada kemauan manusia yang seharusnya : batu, pohon, tanah dan air ikut dikelola dan diurus sesuai jalan manusia sebagai mana yang ditulis dalam alquran, ini mah tibabalik  , tiba masa tiba akal,  akalna telat masa-na tiba mirip sampah,lama diolahna  pada akhirnya malahan manusia yang harus tunduk /ikut ke 4 unsur alam “nunutur” dalam kejadian alam berwujud lah menjadi kehidupan yang mengerikan Misalnya banjir, longsor , asap dsb.

Saat ini , sudah terjadi penggatian ruang kelola yang tidak sesuai alamnya hutan menjadi sawit ini menjadi contoh , harta benda terkna Banjir , lapindo menjadi kolam lumpur, Jakarta tenggelam, dsb. Itulah kenapa manusia tidak memuliakan ke empat unsure  yang sudah menjadi fasilitator hidupnya . Selama ini , mengikari dalam konteks penggabungan terhadap (aturan) ranah-ranah alam, memang menyakini bentuk ibadah yang tertinggi tetapi rasa syukurnya kepada  alam yang diciptakan sebagai teman /mitra kita  khianati.  akhirnya : kebersamaan untuk menjaga alam, dan memelihara pohon jadi musnah pagar makan tanaman. Tapi kalau kita oprek , bengkel dan bongkar masih ada lho istilah lokal saur kang siliwangi kapungkur diSunda mah kedah silih wawangian atanapi : Silih Asih, Silih Asah dan Silih Asuh , yang artinya adalah melakukan pemulihan harus dengan rasa cinta kasih rasa karsa berjalan dengan alam, mengasah kepekaan alam dengan terus belajar kepada pohon, air, tanah dan udara sehingga kita di cap sebagai mahluk yang mulia , tidak bisa lagi menentukan bagaimana kita menata  dan mengelola alam agar hidup bermitra dengan alam bukan bermitra dengan perusak alam ini.

Salam suara alam ,

Hegar

Inisiasi PKL- Pedagang Kreatif Lapak Hasil Bumi ,Olahan dan Organik

Buka lapak begitu awalnya kira kira pembicaraan penyuluh bp3k Kec. Wolasi pada pertemuaan santai kami (AgFor) dengan para pihak  di Kantor BP3K  juga obrolan ringan bersama Pak mahmud (seorang penyuluh Desa Aunupe) ikut merumuskan seperti apa pemasaran hasil pertaniaan organik yang bisa difasilitasi dan dibangun secara bersama.  Tentunya hal ini, perlu diacungkan jempol bagi para penyuluh peduli dan cepat tanggap guna merintis di lokasi desa pinggir jalan salh satunya Desa Mata Wolasi. Berdasarkan keterangan salah seorang warga (Emy,40 th) bahwa lapak tersebut untuk tempat kami berjualan hasil bumi, makanan olahan dan sayur organik. Awalnya pada bulan mei yang lalu lapak ini dibangun atas prakarsa Bp3K bersama gapoktan Desa Mata Wolasi mewujudkan lapak ini sebagai tempat berjualan warga petani dari hasil lahan dan hutan.

Pada waktu tertentu saja pedagang dan pembeli banyak melakukan jual beli seperti bulan ramadhan tahun ini. Para pedagang lapak berharap adanya bantuan lain berupa meja untuk menajajakan lebih banyak lagi barang yang akan mereka jual. Sementara masih mengandalkan alas paltik dan tikar untuk berjualan. Namun semangat mereka berjualan sudah ditunjukan oleh para ibu -ibu sebagia istri petani untuk menjual hasil bumi dan sekitar sesuai tema lapak untuk mensejahterakan dengan memanfaatkan peluang tanah  di pinggir jalan utama kota konawe selatan ke kendari juga arus balik yang begitu ramai sehingga menambah pendapatan petani lokal secara langsung.

Ditempat terpisah pihak penyuluh sudah membahas akan dibuatnya warung hasil olahan pertaniaan dan organik yang sifatnya pemberdayaan kepada keluarga petani dengan menempatkan di jalan utama lokasi di desa yang memiliki akses penjualan sayuran. Sehingga ekonomi mikro didesa betul betul bisa terwujud dengan menciptakan lapak -lapak hasil pertaniaan dan hutan dari desa nya maupun desa tetangga, mislanya jeruk, ubi, talas, sayuran , beras merah organik , jamur dan madu.  Tentunya harapan kedepan perhatiaan pihak pemangku kepentingan dalam hal ini pertaniaan , perkebunan dan kehutanan bisa berkolaborasi dalam memajukan usaha desa untuk memberdayakan petani kebun hutan ini.

Hegar ,2016