Oleh : Hendra Gunawan
Saat ini, dibalik berbagai tatangan uji coba kelola model kawasan hutan bersama masyarakat, sudah banyak yang disertai dengan sistem pengelolaan yang tidak menyentuh dasarnya dari pemberdayaan masyarakat sehingga perlu kreativitas dalam membuat metode yang bisa menangkal berbagai penyakit haus akan tanah dan gejolak social masyarakat, sehingga menghindarkan dari yang mencederai ke bentuk – bentuk menyelesaikan yang disepakati bersama pemangku hutan (rakyat) sebagai dukungan adanya hutan yang healthy, clean and clear.
Kutipan dari seoang ahli kehutanan dimana ” Hutan produksi kita tidak terawat, sertifikasi tidak bisa menolong rakyat, hanya menguras dana perusahaan dan mungkin memberi pekerjaaan banyak konsultan, tetapi hutan tetap saja me-rusak. Masalah dasarnya tidak pernah tersentuh yaitu tersedianya kawasan hutan yang clean and clear, pemerintah menyerahkan konsesi yang tidak clean and clear kepada swasta”, kemudian menyerahkan kepada pemegang konsesi untuk menyelesaikannya sendiri. Kalau masalah dasarnya tidak tersentuh, apapun perbaikannya (seritikasi, PHPL, SVLK) hanya seperti pengharum ruangan yang kotor. demikian seorang pakar menyebutkan dalam akun miliknya.
Para pihak khususnya pemegang kekuasaan lahan kawasan oleh KPH sebagai pengelola kawasan hutan produksi perlu membenahi , gaya, metode dan strategi pengelolaan kawasan hutan diwilayah kelolanya. Berbagai langkah dan tujuan dilakukan dalam mendekati masyarakat guna mendukung pemanfaatan hutan sesuai kebutuhan petani dan pasar, sehingga perlu kesetaraaan dalam mencapai tujuan dari Manfaat Hutan Bagi Masyarakat Di Dalam Dan Sekitar Hutan.
Diujung sulawesi tenggara tepatnya Desa Aunupe, Kecamatan Wolasi, kabupaten Konawe selatan . Telah digelarnya pelaksanaanya kegiatan sosialisasi inisiasi program kemitraan KPH Gularaya sudah dilakukan di Kabupaten Konsel termasuk dikecamatan wolasi , yang masih perlunya pembelajaran pengembangan lembaga mengangkat kebutuhan petani hutan dalam sebuah Kelompok Tani Hutan . Beberapa Desa yang disentuh adanya pola kemitraan yang akan dibangun adalah Desa Aunupe, Wolasi, dan Amoito Jaya. Memang selama ini , ini didampingi oleh Program Agroforestry dan Forestry untuk pengetahuaan disertai tindakan. Pihak KPH Gularaya sudah berupaya melakukan revitalisasi managemen internal untuk bekerjasama dengan masyarakat yang memiliki target dalam mengembangkan bisnis dibidang Kehutanan dengan core bisnis Kelas Perusahaan HHK-HT jati unggul seluas 31.024,61 Ha, Kelas Perusahaan HHBK bambu seluas 10.136,87 Ha, Kelas Perusahan Jasa Lingkungan Ekowisata Wallacea Health center seluas 10,06 Ha. Hal tersebut dilakukan guna Mendukung terselenggaranya pemberdayaan masyarakat yang sudah di amanahkan dalam aturan pemerintah baik undang undang maupun peraturan menteri Kehutanan.” menurut, Ir Pajar Sudrajat M.Si.
Langkah strtegis Pihak KPH pun lainnya sudah melakukan serangkaian studi banding sampai ke KPH Jogjayakarta dimana sudah melakukan pemberdayaan masyarakat dari berbagai aspek yang melibatkan masyarakat dalam program KPH swakelola, perijinan, kemitraan , pemberdayaan masyarakat. Dimana penerapan cerita sukses yang bisa diadopsi dalam proses yang dilakukan oleh KPH Gularaya yang mengusulkan pemberdayaan masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial : HTR,HKM, dan Hutan desa. Namun peluang skema kemitraan ini jangan sekedar pengharum saja, melebih-lebihkan dari skema yang ada diwujudkan dalam bentuk pelaksanaanya, karena lahir sendiri dari sebab akibat kebijakan yang belum ada baik dimasyarakat maupun didaerah berbeda dengan skema lainnya.
Manfaat yang diperoleh oleh masyarakat ketika dilakukan kesetaran dan kemitraan ini harus berdampak kepada meningkatnya pengetahuan , ekonomi, sarana petani dan usahaya yang bisa terjamin, akhirnya akan berdampak pula kepada rasa aman dan tentram dalam berusaha di dalam kawasan hutan. Berbeda yang selama ini yang dibangun, jarak antara masyarakat dengan petugas kehutanan komunikasinya masih jauh , karena metode buruh dan penguasa masih terjadi dalam pengelolaan hutan, namun ketika pendekatan kelola kelembagaan KTH Masyarakat dimunculkan akan berujung kepada kesetaraan dan penambahan nilai ekonomi dari hasil memafaatkan lahan yang selama ini berada didalam dan sekitar kawasan hutan
Maksud Setara dalam kemitraan ini menjawab tantangan proses perbedaan antara pemilik rumah menjadi satu rumah , hanya berbeda kamar tetapi memiliki tanggung jawab bersama. Sehingga pengembangan agroforestry yang selama ini di gagas oleh program yang sudah melakukan berbagai pembelajaran kepada masyarakat bisa berjalan, baik pembibitan komoditi unggul berkayu dan berbuah maupun tanaman yang sudah ada, sehingga ketika ada kebutuhan pemanfaatan lahan dalam menanam dan menggarap di hutan bisa diwujudkan sebagai rumah kemitraan dengan produk jenis tanaman dan hasil lainnya : madu, karet, buah, biji di dalam dan sekitar kawasan hutan. Selanjutnya bisa dilakukan penerapan petak/ kamar produk yang akan dilakukan oleh KTH per desa dengan KPH.
Kegiatan ini harus dilakukan atas inisiasi UPTD KPH Gularaya Dinas Prop. Sulawesi Tenggara, Desa Aunupe, Desa Wolasi, dan Desa Amoito Jaya , didukung oleh Program Agroforestry dan Forestry sebagai pemateri, Moderator dan fasilitator. Peserta yang terlibat ada sekitar 75 petani dan 3 kepala desa lebih yang berasal dari desa binaan Agfor Desa Aunupe, Desa Wolasi, Desa Amoito Jaya. Adapun tujuan keterlibatan agfor dalam mengikuti acara tersebut sebagai inisiator, dalam mendorong dan mewujudkan jaringan kemitraan masyarakat kedepannya dalam program agroforestry dikawasan hutan dan sempadan sungai dengan tanaman yang diprogramakan Masyarakat, Agfor, dan KPH agar bisa tetap menghijau dan berkelanjutan. Selain itu, pula mendukung program social dari pemerintah daerah dalam pertaniaan berkelanjutan sebagai wilayah agrowisata organik dengan menyelamatkan wilayah penghasil air dan karbon di hutan dalan lahan pertaniaan
Selain itu, harapan terbentuknya kelembagaan tingkat Desa berupa Kelompok Tani Hutan di Kecamatan yang dibina oleh KPH Gularaya Khususnya di Kecamatan Wolasi yang akan menguat kearah kelola lahan dengan wujud kerjasama bersama baik pemerintah maupun pencapaian strategy Agfor itu sendiri di masing masing desa dampingannya , yang petani binaanya mengakses kawasan hutan sebagai pembelajaran hutan guna melakukan program kemitraan agroforestry bersama KPH Gularaya.
Kesan yang diperoleh berupa adanya dorongan perubahan dari pengelola hutan mengarah kepada kebijakan untuk mewujudkan petani mandiri, kreatif dengan hasil kayu , bamboo dan ikutannya lainnya berupa rotan,dan madu. untuk itu , perlu mendorong bermunculanya petani penyuluh agroforestry yang berdaya saing dari hasil tanaman yang disukai oleh masyarakat ditunjang oleh potensi hutan sebagai basis usaha yang dikembangkan bersama masyarakat.
Adapun kedepannya diharapkan SOP POKJA kelembagaan Perhutanan Sosial sudah ada, yang bisa memunculkan peran bersama KPH dan KTH dalam pengelolaan hutan, dimana fasilitasi administrasi lembaga KTH sebagai kelola administrasi, Pemetaan lokasi bina, kelola komiditi unggulan kehutanan didalam dan sekitar sebagai kelola kawasan lebih mudah, Munculnya usaha yang berorientasi ekspor dalam kelola pasar dengan berbagai jenis tanaman Agrfoforestry dan Kehutanan dan Hasil bukan kayu yang dilakukan di kawasan hutan produksi Gularaya dengan skema perhutanan social. (Hg)